Beranda

Jumat, 04 November 2011

Puisi-puisi Ge Siahaya

Aku melihat Sulur-sulur Ungu,
sendu dalam danau biru ungu dan biduk ranggi
matahari tertusuk pinus dan ranting patah kalahari, sendu itu sengau dalam sengal samudera ungu di jagat para batara, bentara linggatam memilin petitih-petatah,
entah
ungu melur di alur sangang belukar terekam jentik-jentik pasai lelaku dan lelakon. ungu, batara madah surgawi ungu.
apatah
ungu sulur-sulur humus memeluk pepuhun. merajut rapal menghalau bala. lungkah. lunglai. lung. luhung.
ungu. menunggu bisu. tak lupa di sudut situ sentrum. tergugu. pilu kemarau dalam dulu yang tak mau kembali.
 
Aku merindu Roh-roh Hujan Tak Bertuan,
tes. tes. tes. menetes frasa-frasa lingua bayang-bayang aksara sarat makna. menunggu.
menunggu, terlalu biasa. menyemai waktu tunggu dari bibit-bibit perselingkuhan janji. selusin waktu berlalu dalam diam jengah, terpekur. kukur melongok dari bubungan atap berkabar satu kata, tunda.
kupanggil roh-roh hujan tak bertuan. melajat dalam waktu yang berpijak kukuh di kelainya, tak mau mengalah seperempat titik saja dari sekian tunggakan selaksa abadi.
kupanggil roh-roh hujan tak bertuan. diam dalam arwah-arwah mitologi dan keranda usang meranggas lengas. trenyuh. penari-penari hujan pemanggil arwah-arwah titik air dan prajurit langit berdetumlah! siram aku dengan guyur rima dan debur majas-majas smara rindu. mantra-mantra mandalika tua turunkan air pejalan jauh, saratkan mega-mega dengan reruntuhan langit.
panggilkan tuhan!
 
Aku dan Cinta, di Padang- Alang-alang Kita Berkasih,
padang-padang alang-alang merebah menggarah-garah bayu
bukan retorika, hanya kita berdua
bukan sinonim dan sekedar sintagma atau tanda baca
kau adalah lelanang jatmika mempersunting jagad hati beta
padang-padang alang-alang lelakiku
kita berkasih melabuhkan ribuan gelumat merepih
angin nyenyat bersekongkol dengan degup resap, bukan bualan semata yang kau sematkan di tepi telinga saat aksara kau bacakan tentang smara dan asma tuhan.
aku bunting tua oleh smaradana, memanggil, mengodekan rindu yang tak pernah surut dari pantai dan berlenggang panjang irama satu padang-padang alang-alang.
swami. aku mencintaimu dalam aksara mati, dalam nafas hidup, dalam fana dunia, dalam janji abadi.
uluwatu, padang-padang dan bali kita. 2006. buat ci-pop
 
Aku Berjingkat mengecup Pagi,
kukecup kau sekejap kartika, sebelum hilang di batas biduk lintang
baring-baring lepas hening, nafas masih hangat, ranjang juga belum selesai melepas kantuk
aku tidak gelisah, malam, kau boleh pergi pada padmamu, berlabuh di seroja menguncup, dipersila
aku tidak keberatan, candra, kau boleh menutup mata, berparak kita dalam arakan waktu, dipersila
menyusuri koridor aku, berjingkat melenggang, mengecup tepian mata rawi. berkerjap singkat berjingkat-jingkat.
selamat pagi paduka matahari muda, jangan malu tersipu di sana, bangkitlah cahaya, mandikan hamba dengan kirana milik andika, dipersila!
*** kartika: bintang; padma/seroja: teratai; berparak: berpisah; rawi: matahari; kirana: binar cahaya; andika: paduka/tuan.
 
Akulah Lelakon Rindu,
di atas jejak rerambatan pagi menuju mata siang kau berarak menanti, di teras-teras embun mengering kau berayun dalam kursi rotan yang kujalin menunggu, sergap lirih dan gelisah pipit kecil sunyi menampik gemuruh menyanyi, senandung mendambakan lelakon paling tua dari jejagat dan lelangit,
rindu! memaggil-manggil kelu
dalam prosa-prosa bening milik langit berbintangkan ikal rambut rumput-rumput cerita berakar, mengalurkan riak gelombang dan derita satu harapan pupus dipenghujung tunggu tanpa janji bersungut, mendengkurkan serah dan seserahan doa-doa tanpa untaian puisi dalam lelah yang sembab tersungkur, menuai dari benih-benih padang gembalaan dan malam-malam bintang utara melahirkan cerita cinta, menjanjikan angin yang terlepas dari sela jemari tak bergenggam, kekasih membiarkan genap.
rindu! memanggil-manggil kelu
Aku berdiri di Padang-padang Yang Berembunkan Abu dan Gejolak,
pada padang-padang yang berembunkan abu dan gejolak aku hadir dalam nelangsa yang memagut-magut bila rentang waktu memang hanya sepenggalan langkah-langkah hidup dan hidup memang hanya perkiraan-perkiraan kognisi masa-masa lalu maka biarkan aku belajar dari kisah-kisah dan legenda, sehingga mitos bukan hanya omong kosong atau buaian lelap kanak-kanak yang terjaga aku hadir dalam nelangsa yang memagut-magut dibalut misteri-misteri dan histeria media dan massa, kala, waktu, kini, dulu dahulu, lama sekali, saat memandang bidang datar-bidang datar mencari dan hendak menemukan namun semakin aku mencari semakin aku kehilangan.
pada padang-padang yang berembunkan abu dan gejolak aku kehilangan jejak-jejak masa lalu dalam masa kini yang bergulir cepat terlalu cepat, aku terengah tak punya tempat dalam jagad yang melaju detik berlalu tanpa pernah merasa berdetik jam berdentang tanpa pernah terpejam aku meringkuk di dalam celah yang masih kumiliki menunggu mereda swara-swara tak kunjung kuncup.
aku menunggu. tak kuasa padu. aku menunggu. tak kuasa berlalu. aku menunggu. diam dalam gugu. termangu,
biarkan berlalu. desau. risau. biarkan berlalu. semua akan selesai.
pada padang-padang yang berembunkan abu dan gejolak aku titipkan sejarah masa.
Aku dan Angin Utara yang Berbisik Pada Angin Selatan,
mari kita pergi, ke kaki-kaki langit yang berselimutkan halimun
mari kita pergi, ke pantai-pantai laut yang berkakikan langit
mari kita berlari, di kepak-kepak sayap yang menaungi langit-langit laut
mari kita berlari, di naungan langit yang mengepak-ngepakkan sayap samudra
mari kita biarkan angin utara berbisik kepada angin selatan saat mereka merundingkan badai dan memanggil-manggil topan.
 
Aku dan Perempuan Bertudungkan Selendang Rindu,
perempuanku mungkin hanya di dadamu itulah berdetak-detak Jantung merah jambu, kepalamu bertudungkan selendang Rindu, kaki-kakimu berkasutkan penantian yang memalingkan waktu di telingamu menjuntai anting-anting pertanda waktu sudah berlalu.
perempuanku, mungkin hanya di kepalamu itulah ditahtakan Selendang rindu merah jambu semerah jambu puting-puting susu masa mudamu saat payudaramu bebas merdeka menawarkan Susu kehidupan yang mengalirkan lagu dan senandung di matamu berjurai-jurai pancuran kasih dan karunia pertanda waktu tidak hendak berhenti.
perempuan bertudungkan selendang rindu yang merahimkan anak-anak putik masa-masa yang belum tergenggam, membiarkan benih-benih tidur dalam persemaian menanti waktu menjurakan waktu untuk berseru: inilah! teriak jaman. saat perempuan bertudungkan selendang rindu melepaskan anak-anak jaman dari rahimnya, membiarkan mereka menemukan jalannya.

 

 
Aku melihat Sulur-sulur Ungu,
sendu dalam danau biru ungu dan biduk ranggi
matahari tertusuk pinus dan ranting patah kalahari, sendu itu sengau dalam sengal samudera ungu di jagat para batara, bentara linggatam memilin petitih-petatah,
entah
ungu melur di alur sangang belukar terekam jentik-jentik pasai lelaku dan lelakon. ungu, batara madah surgawi ungu.
apatah
ungu sulur-sulur humus memeluk pepuhun. merajut rapal menghalau bala. lungkah. lunglai. lung. luhung.
ungu. menunggu bisu. tak lupa di sudut situ sentrum. tergugu. pilu kemarau dalam dulu yang tak mau kembali.
Aku merindu Roh-roh Hujan Tak Bertuan,
tes. tes. tes. menetes frasa-frasa lingua bayang-bayang aksara sarat makna. menunggu.
menunggu, terlalu biasa. menyemai waktu tunggu dari bibit-bibit perselingkuhan janji. selusin waktu berlalu dalam diam jengah, terpekur. kukur melongok dari bubungan atap berkabar satu kata, tunda.
kupanggil roh-roh hujan tak bertuan. melajat dalam waktu yang berpijak kukuh di kelainya, tak mau mengalah seperempat titik saja dari sekian tunggakan selaksa abadi.
kupanggil roh-roh hujan tak bertuan. diam dalam arwah-arwah mitologi dan keranda usang meranggas lengas. trenyuh. penari-penari hujan pemanggil arwah-arwah titik air dan prajurit langit berdetumlah! siram aku dengan guyur rima dan debur majas-majas smara rindu. mantra-mantra mandalika tua turunkan air pejalan jauh, saratkan mega-mega dengan reruntuhan langit.
panggilkan tuhan!
 
Aku dan Cinta, di Padang- Alang-alang Kita Berkasih,
padang-padang alang-alang merebah menggarah-garah bayu
bukan retorika, hanya kita berdua
bukan sinonim dan sekedar sintagma atau tanda baca
kau adalah lelanang jatmika mempersunting jagad hati beta
padang-padang alang-alang lelakiku
kita berkasih melabuhkan ribuan gelumat merepih
angin nyenyat bersekongkol dengan degup resap, bukan bualan semata yang kau sematkan di tepi telinga saat aksara kau bacakan tentang smara dan asma tuhan.
aku bunting tua oleh smaradana, memanggil, mengodekan rindu yang tak pernah surut dari pantai dan berlenggang panjang irama satu padang-padang alang-alang.
swami. aku mencintaimu dalam aksara mati, dalam nafas hidup, dalam fana dunia, dalam janji abadi.
uluwatu, padang-padang dan bali kita. 2006. buat ci-pop
 
Aku Berjingkat mengecup Pagi,
kukecup kau sekejap kartika, sebelum hilang di batas biduk lintang
baring-baring lepas hening, nafas masih hangat, ranjang juga belum selesai melepas kantuk
aku tidak gelisah, malam, kau boleh pergi pada padmamu, berlabuh di seroja menguncup, dipersila
aku tidak keberatan, candra, kau boleh menutup mata, berparak kita dalam arakan waktu, dipersila
menyusuri koridor aku, berjingkat melenggang, mengecup tepian mata rawi. berkerjap singkat berjingkat-jingkat.
selamat pagi paduka matahari muda, jangan malu tersipu di sana, bangkitlah cahaya, mandikan hamba dengan kirana milik andika, dipersila!
*** kartika: bintang; padma/seroja: teratai; berparak: berpisah; rawi: matahari; kirana: binar cahaya; andika: paduka/tuan.
 
Akulah Lelakon Rindu,
di atas jejak rerambatan pagi menuju mata siang kau berarak menanti, di teras-teras embun mengering kau berayun dalam kursi rotan yang kujalin menunggu, sergap lirih dan gelisah pipit kecil sunyi menampik gemuruh menyanyi, senandung mendambakan lelakon paling tua dari jejagat dan lelangit,
rindu! memaggil-manggil kelu
dalam prosa-prosa bening milik langit berbintangkan ikal rambut rumput-rumput cerita berakar, mengalurkan riak gelombang dan derita satu harapan pupus dipenghujung tunggu tanpa janji bersungut, mendengkurkan serah dan seserahan doa-doa tanpa untaian puisi dalam lelah yang sembab tersungkur, menuai dari benih-benih padang gembalaan dan malam-malam bintang utara melahirkan cerita cinta, menjanjikan angin yang terlepas dari sela jemari tak bergenggam, kekasih membiarkan genap.
rindu! memanggil-manggil kelu
Aku berdiri di Padang-padang Yang Berembunkan Abu dan Gejolak,
pada padang-padang yang berembunkan abu dan gejolak aku hadir dalam nelangsa yang memagut-magut bila rentang waktu memang hanya sepenggalan langkah-langkah hidup dan hidup memang hanya perkiraan-perkiraan kognisi masa-masa lalu maka biarkan aku belajar dari kisah-kisah dan legenda, sehingga mitos bukan hanya omong kosong atau buaian lelap kanak-kanak yang terjaga aku hadir dalam nelangsa yang memagut-magut dibalut misteri-misteri dan histeria media dan massa, kala, waktu, kini, dulu dahulu, lama sekali, saat memandang bidang datar-bidang datar mencari dan hendak menemukan namun semakin aku mencari semakin aku kehilangan.
pada padang-padang yang berembunkan abu dan gejolak aku kehilangan jejak-jejak masa lalu dalam masa kini yang bergulir cepat terlalu cepat, aku terengah tak punya tempat dalam jagad yang melaju detik berlalu tanpa pernah merasa berdetik jam berdentang tanpa pernah terpejam aku meringkuk di dalam celah yang masih kumiliki menunggu mereda swara-swara tak kunjung kuncup.
aku menunggu. tak kuasa padu. aku menunggu. tak kuasa berlalu. aku menunggu. diam dalam gugu. termangu,
biarkan berlalu. desau. risau. biarkan berlalu. semua akan selesai.
pada padang-padang yang berembunkan abu dan gejolak aku titipkan sejarah masa.
Aku dan Angin Utara yang Berbisik Pada Angin Selatan,
mari kita pergi, ke kaki-kaki langit yang berselimutkan halimun
mari kita pergi, ke pantai-pantai laut yang berkakikan langit
mari kita berlari, di kepak-kepak sayap yang menaungi langit-langit laut
mari kita berlari, di naungan langit yang mengepak-ngepakkan sayap samudra
mari kita biarkan angin utara berbisik kepada angin selatan saat mereka merundingkan badai dan memanggil-manggil topan.
 
Aku dan Perempuan Bertudungkan Selendang Rindu,
perempuanku mungkin hanya di dadamu itulah berdetak-detak Jantung merah jambu, kepalamu bertudungkan selendang Rindu, kaki-kakimu berkasutkan penantian yang memalingkan waktu di telingamu menjuntai anting-anting pertanda waktu sudah berlalu.
perempuanku, mungkin hanya di kepalamu itulah ditahtakan Selendang rindu merah jambu semerah jambu puting-puting susu masa mudamu saat payudaramu bebas merdeka menawarkan Susu kehidupan yang mengalirkan lagu dan senandung di matamu berjurai-jurai pancuran kasih dan karunia pertanda waktu tidak hendak berhenti.
perempuan bertudungkan selendang rindu yang merahimkan anak-anak putik masa-masa yang belum tergenggam, membiarkan benih-benih tidur dalam persemaian menanti waktu menjurakan waktu untuk berseru: inilah! teriak jaman. saat perempuan bertudungkan selendang rindu melepaskan anak-anak jaman dari rahimnya, membiarkan mereka menemukan jalannya.
 
Aku, Pada suatu Siang Yang Mustahil,
Kuucapkan selamat siang kepadamu, kawan Matahari apa kabar? sejak pagi sudah ingin kuraih kau Rawi, dan kugenggam dalam-dalam di mata sukma apa kabar? tidakkah kamu mendengar dentum-dentum dada jiwa memanggil namamu, Surya! Surya! apa kabar? tidakkah kamu melihat kakiku melangkah mengejar bayang yang kau buat seharian ini?
Ku ucapkan selamat siang kepadamu, kekasih Rawi apa kabar? setadian aku menggerus balai-balai dalam gelisah dan basah, kau terik dalam mencinta, gerah apa kabar? setadian aku melantunkan gelisah dalam kesah dalam resah, kau terik sungguh, mencintaimu sesah apa kabar? setadian aku mengabur-abur di bawah kanopi menanti hingga sesap dahaga yang kujelang tak jua.
Ku ucapkan selamat siang kepadamu, wahai Surya sang yang menggelar cahaya atas langit, membuka katup-katup angkasa menyibak tirai-tirai gelap maha malam, kelam berakhir sejenak sebelum menjelma lagi apa kabar? aku di sini memohonkan sedikit saja, senyum tipis dingin sepoi siang yang mustahil.

Goresan Hijau, Kmps

1 komentar:

  1. Hai.. Saat googling nama saya, ketemu jejak2 puisi saya yg dimuat di Kompas.com... :)) Terima kasih sudah memuatnya di sini.

    BalasHapus