Beranda

Jumat, 04 November 2011

Kejutan 21

       Awan mulai gelap, lampu-lampu jalan mulai menerangi jalan-jalan di sudut kota, dan aku masih berjalan Sendiri menuju rumah. Aku sengaja memilih berjalan kaki menuju rumah daripada menaiki ojek seperti biasanya, karena hari itu hatiku diliputi rasa gundah dan bingung memikirkan seorang lelaki bernama Edwart, yang tidak lain adalah teman satu kampusku. Dia begitu special di mataku, Edwart merupakan sosok yang cerdas, humoris, dan sederhana meskipun dia anak seorang pengusaha ternama di kotaku. Aku sangat tertarik pada Edwart lebih tepatnya jatuh cinta pada sosoknya yang berbeda dari teman lekakiku lainnya.

Hari itu aku bertemu Edwart di kantin kampus. Edwart yang ramah dan selalu menyapaku hari itu dia memalingkan mukanya saat bertemu denganku, sapaan ramahku padanya pun tak mendapat balasan. Aku berdiri di depan Edwart dengan rasa bingung dan kecewa kenapa Edwart bisa bersikap seperti itu kepadaku, tidak seperti biasanya. Aku berlalu begitu saja meninggalkan kantin karena sedih melihat sikap Edwart yang tidak menghiraukan keberadaanku. Aku masih berjalan menyusuri jalan sambil bertanya-tanya apa salahku, sampai Edwart bersikap dingin terhadapku. Hujan turun tiba-tiba, cahaya lampu jalan memperjelas butiran-butiran air dari langit, entah mengapa hatiku semakin sedih dan tidak karuan, mungkin karena perasaan cintaku pada Edwart. Aku mengenal Edwart sudah enam bulan belakangan dan aku sudah jatuh cinta padanya dari bulan pertama sejak aku mengenalnya. Tidak sulit rasanya untuk mencintai sosoknya, ia lelaki yang hampIr sempurna di mataku.
Sesampainya aku di rumah, aku masih belum menemukan jawaban atas sikap Edwart yang dingin terhadapku. Malam itu aku mencoba menghubunginya melalui telepon dengan maksud ingin menanyakan alasan sikapnya siang tadi kepadaku tapi tak ada jawaban, sepertinya Edwart sengaja tidak ingin menjawab teleponku, sehingga aku pun sulit untuk beranjak tidur. Ke esokkan harinya dengan alasan saat itu aku ada ujian mingguan, maka aku pun memaksakan masuk kuliah. Jika mengikuti kata hati rasanya malas untuk ke kampus dan melihat sikap Edwart yang dingin kepadaku.
Benar saja hari pagi ini aku bertemu Edwart di kampus, tepat di depan kelasku. Aku mendaratkan senyum kepadanya saat akan memasuki kelas, bukannya membalas senyumanku dia malah memegang tangan seorang perempuan bernama Sita yang merupakan teman satu kelas Edwart. Tidak hanya memegang tangan Sita, Edwart pun tersenyum manis padanya. Langsung saja ku simpulkan bahwa Edwart bersikap dingin padaku karena dia menjalin hubungan dengan Sita dan tak lagi menganggapku penting. Sulit rasanya mempercayai sikap Edwart yang seperti itu.
Jelas kekecewaan dan kesedihan amat mendalam aku rasakan hingga rasanya aku tak mau lagi mengenal Edwart dan ingin membunuh rasa cintaku yang tak sempat ku katakan padanya. Setelah ujian usai sore itu tanpa ingin berlama-lama aku pun bergegas pulang dengan rasa sedih yang tak bisa lagi ku bendung, aku menangis dalam perjalanan pulang ke rumah, bibirku membisu sedangkan airmata terus menetes membasahi pipiku.
Hari sudah mulai malam akhirnya aku sampai juga di rumah tepat di depan pagar rumah tiba-tiba jantungku berdebar tanpa alasan, rasanya aku ingin segera masuk kedalam rumah. Saat aku mengetuk pintu rumah tak ada jawaban, tidak seperti biasanya mbok Nah atau mamah akan menyaut dan membukakan pintu untukku. Setelah tak ada jawaban aku pun berinisiatif untuk membuka pintu sendiri dengan mendorong pintu ke dalam, dan terkejutlah aku ternyata pintu tak terkunci, pikirku mungkin mbok Nah dan mamah pergi keluar rumah dan lupa mengkunci pintu. Aku bergegas masuk dan ternyata lampu-lampu tak menyala hingga terlihat gelap dalam ruangan.  Karena kondisi gelap aku berjalan menuju tempat penerangan lampu, sebelum aku sampai dan masih meraba-raba tembok rumah aku melihat sebuah penerangan lilin dan terlihat dua orang sosok lelaki dan tiga sosok wanita dihadapanku. Aku terkejut melihat kelima sosok tersebut, di bawah lilin tersebut terdapat sebuah kue tart bewarna cokelat dan dihiasi hiasan bewarna merah jambu dengan tulisan “Selamat Ulang Tahun Andien”. Sejenak aku terdiam dan tak bisa bicara hanya bisa memandangi dengan penuh rasa terkejut dan haru mendapatkan pesta kejutan ulang tahunku yang ke dua puluh satu. Aku hampir saja melupakan hari ulangtahunku karena perasaan sedih dan kecewa terhadap Edwart. Saat aku melihat dengan jelas siapa sosok-sosok yang berdiri dihadapanku, aku terkejut dan rasanya darah ini tak mengalir dalam tubuhku aku melihat sosok Edwart di antara papah, mamah, Tessa dan Ira sahabatku. 
Edwart adalah orang memegang kue tart yang dipersembahkannya untukku. Betapa terkejut dan senangnya aku mendapati Edwart yang memberi kejutan special untukku. Dan akhirnya malam itu aku lewati dengan penuh haru dan kejutan yang luar biasa yang membuatku kesal sekaligus sangat bahagia, karena ternyata Edwart sengaja bersikap dingin terhadapku bahkan ingin membuatku cemburu, hanya karena dia ingin memberikan kejutan ulang tahun yang tak mungkin kuduga dan karena ia ingin melihat perasaanku sebenarnya terhadapnya, maka ia sengaja membuatku cemburu dengan memegang tangan Sita. Malam itu malam terindah buatku tidak hanya mendapat kejutan dari orang-orang yang aku sayang aku juga mendapatkan pernyataan cinta dari seseorang yang aku cintai yaitu Edwart lengkap dengan seikat bunga mawar .  Inilah hari ulang tahun yang tak akan pernah kulupakan, ya… hari ulang tahunku ke dua puluh satu.
Goresan Hijau, RSH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar